WAYANG KULIT

WAYANG KULIT adalah kesenian asli dari JAWA TENGAH yang masih populer hingga sekarang.

ANGKLUNG

ANGKLUNG adalah salah satu alat musik asal JAWA BARAT yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan sejarah INDONESIA.

REOG

REOG adalah tarian asli JAWA TIMUR tepatnya di kota PONOROGO .

LARUNGAN

LARUNGAN adalah kebiasaan tiap tahun penduduk kota ponorogo dalam menyambut datangnya tahun baru HIJRIYAH.

SEKATEN

SEKATEN adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta .

Kamis, 12 April 2012

Said Bin Zaid Bin Amru Bin Nufail

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abul A'waar lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah. Beliau termasuk sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Nabi saw.
"Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau, yang diberi gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah menyekutukan Allah, juga tak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu Rasulullah saw mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad saw.
Said bin Zaid masuk Islam tidak seorang diri, melainkan bersama-sama dengan isterinya, Fathimah binti Khatthab, adik perempuan Umar bin Khatthab. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan dianiaya, serta dipaksa oleh kaumnya agar kembali kepada agama mereka. Tetapi jangankan mereka berhasil mengembalikan Said dan isterinya kepada kepercayaan nenek moyang mereka, bahkan sebaliknya Said dan isterinya berhasil menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot, baik fisik maupun intelektualnya masuk ke dalam Islam. Mereka berdualah yang telah menyebabkan Umar bin Khatthab masuk Islam.
Said bin zaid pernah hijrah ke Habsyah (Ethiopia), kemudian Madinah, dan Rasulullah saw mempersaudarakan beliau dengan Ubay bin Ka’ab.
Mengintai kafilah Quraisy
Rasulullah saw pernah mengutus beliau bersama Thalhah bin Ubaidillah untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang Badar  yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin, kemudian keduanya pulang dan Rasulullah saw memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Said terkenal dengan keberaniannya dan kegagahannya, dan selalu mangikuti setiap peperangan.
Baliau termasuk seorang yang doanya selalu dikabulkan oleh Allah, diriwayatkan bahwa Arwa binti Uwais telah melakukan kebohongan dengan menuduhnya merampas sebagian tanah miliknya, kemudian perempuan itu pergi ke Marwan bin Hakam yang saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah, dan mengadukan permasalahannya. Maka Marwanpun mengutus seseorang kepada Said untuk menghadap kepadanya, lalu Marwan  berkata,"Sesungguhnya wanita ini menuduh engkau telah merampas tanahnya,"  Said berkata,"Bagaimana mungkin saya menzalimi-nya sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengambil tanah orang lain walau sejengkal maka nanti di hari kiamat Allah akan memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya”. Marwan berkata : “Jadi engkau harus bersumpah”, Said berkata : Ya Allah jika wanita ini berdusta, maka janganlah engkau matikan dia kecuali matanya lebih dahulu buta, dan menjadikan kuburnya di sumur kemudian meninggalkan tanah yang diklaim sebagai miliknya kuburannya”. Setelah waktu berjalan, mata Arwa menjadi buta dan selalu dituntun oleh budaknya, dan pada suatu malam dia bangun dari tidurnya, sedangkan budaknya belum bangun lalu berjalan dan dirinya tercebur ke dalam sumur yang ada di dalam rumahnya lalu mati dan dijadikan sumur itu sebagai kuburnya.
Said bin Zaid adalah sahabat yang sangat terkenal dikalangan manusia, beliau mencintai mereka dan merekapun mencintainya, dan saat terjadi fitnah dikalangan umat Islam beliau tidak ikut di dalamnya, beliau sangat tekun dalam ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada-Nya hingga akhir hayatnya.
Said bin Zaid meninggal pada umur 73 tahun, 51 tahun sesudah Hijrah di Madinah, Saad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar yang menolong masukkan jenazahnya ke dalam liang lahat.

Selasa, 10 April 2012

INJIL ASLI DITEMUKAN MENGABARKAN KENABIAN NABI MUHAMMAD S.A.W

Setelah 12 Tahun Disembunyikan, Pemerintah Turki Pamerkan di Museum Negara

Injil kuno yang dipamerkan di museum negara Turki
LENSAINDONESIA.COM: Salinan kitab Injil yang diprediski berusia 1.500 tahun ditemukan di sebuah
gereja di Turki, setelah 12 tahun menghilang.
Dalam kitab Injil tersebut disebutkan soal kabar pengutusan Nabi Muhammad Saw setelah masa kenabian Isa al-Masih as (Yesus Kristus).
Kitab Injil itu berbahasa Turki dan di dalamnya disebutkan tentang kabar pengutusan Nabi Muhammad Saw. Kitab tersebut ditemukan 12 tahun lalu namun disembunyikan. Penemuan kitab itu menarik perhatian Vatikan dan Paus Benedictus XVI menginstruksikan analisa kitab tersebut.
Ertugrul Gunay, Menteri Budaya dan Pariwisata Turki menyatakan bahwa kitab Injil tersebut bernilai 22 juta dolar Amerika. Ia mengatakan karena kitab itu menyinggung pengutusan Nabi Muhammad Saw, maka keberadaannya disembunyikan oleh gereja Turki.
Ditambahkannya, “Apa yang tercatat dalam kitab berusia 1.500 tahun itu memiliki banyak persamaan dengan yang tercantum dalam al-Quran dan kandungan yang sesuai dengan akidah Islam.
Dalam Injil tersebut Nabi Isa disebutkan, “Al-Masih ditanya oleh seorang rabi tentang penggantinya dan menjawab; namanya adalah Muhammad [Saw] dari keturunan ayah Arabku Ismail.”
Gunay juga mengkonfirmasikan permintaan dari Paus untuk analisa kitab Injil tersebut.
“Kitab Injil itu ditemukan pada tahun 2000 di kepulauan Mediterania, Turki, dan para penemunya adalah para pemburu peninggalan bersejarah ilegal yang saat ini sedang diadili di pengadilan Turki.”
Pastor Ehsan Uzbek, seorang tokoh Kristen Turki mengatakan, “Kitab Injil ini kembali ke era Bernabas dan penulisannya dilakukan pada abad 5-6 Masehi, sementara Bernabas hidup di abad pertama Masehi dan merupakan salah satu hawariyun Nabi Isa as.”
Namun seorang dosen universitas Turki, Omar Faruk mengatakan, “Penelitian akan membuktikan usia riil kitab ini dan apakah ditulis oleh Bernaba atau pengikutnya.”
Dalam kitab Injil Barnabas meyakini Yesus (Isa) sebagai utusan. Harian Huffingtonpost, menulis, Injil Barnaba meyakini adanya utusan (nabi) penerus risalah Isa, yang berasal keturunan Nabi Ismail, yakni Nabi Muhammad SAW.
Bernabas dipercayai sebagai salah seorang murid Isa di Yerussalem. Bernabas yang bernama asli Yusuf, bersama para murid lainnya menyebarkan ajaran Isa. Barnabas adalah seorang Yahudi suku Lewi yang berasal dari Siprus.
Dalam Wikipedia, Hajj Sayed berpendapat. terdapat pertikaian antara Paulus dan Barnabas dalam surat Galatia ketika keduanya menjalani misi dakwah menuju Syprus (45-49 M).
Ini yang mendukung perbedaan injil Barnabas dengan ajaran Paulus. Injil Bernabas ini berbeda dengan Kodeks Sinaiticus, karena menggunakan bahasa Aramik bukan Yunani kuno.
Bahasa Aramik diyakini sebagai bahasa yang digunakan Nabi Isa atau Yesus. Berbeda dengan berbagai Injil lainnya, kitab Bernabas diyakini ditulis Bernabas selama berada di Siprus, setelah berpisah dari Paulus.
Puncaknya, dua hari lalu, sebuah Alkitab kuno itu dipublikasikan untuk pertama kalinya setelah 12 tahun disimpan pemerintah Turki.
Saat ini Alkitab ini disimpan di museum negara Turki dan telah menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk dari Vatikan.

Senin, 09 April 2012

Hukum Ziarah Kubur


Ziarah kubur adalah disyari’atkan untuk menjadi suatu pengajaran dan mengingati Akhirat, dengan syarat tidak diucapkan sesuatu yang dimurkai Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa ketika menziarahinya, seperti doa meminta kepada si mati, mengharap dan memohon bantuannya agar diselamatkan dari bencana atau azab akhirat, padahal itu hanya layak dipinta kepada Allah Ta’aalaa, atau perbuatan memuja si mati serta i’tikad yang pasti bahawa ia dimasukkan ke syurga dan yang sepertinya. Mengenainya terdapat bayak hadits yang sedia diketahui, tidak perlu disebutkan di sini, maka sesiapa yang ingin mengetahuinya, sila rujuk ke kitab asal. [1]

Dari kitab asal untuk faedah pembaca :

Pertama: Daripada Buraidah bin Al-Hushoib رضي الله عنه katanya meriwayatkan:

Rasulullah صلى الله عليه و سلم telah bersabda, yang bermaksud:

“Sesungguhnya aku sebelum ini melarang kamu dari menziarahi kubur, maka kini ziarahilah ia [sebab ia mengingatkan kamu akan Akhirat], [dan hendaknya penziarahannya menambahkan kebaikan kamu], [maka barangsiapa yang ingin menziarahinya, maka pergilah ia ziarahinya dan jangan kamu mengatakan sesuatu (hujran) yang buruk dan bathil.” [2]

Kata Al-Imam An-Nawawi رحمه الله di dalam Al-Majmuu’ (5/310):

“Al-Hujru: Kata-kata yang bathil, adapun larangan asal Nabi (dari ziarah kubur) adalah kerana hampirnya mereka dengan zaman Jahiliyah mereka, dikhuatiri mereka akan berkata dengan ucapan adat Jahiliyah yang bathil. Maka apabila dasar-dasar Islam telah kukuh pada diri mereka, telah terlaksana hukum-hukumnya, telah diketahui umum akan petunjuk-petunjuknya, diizinkan mereka untuk menziarahinya dan baginda masih bersikap waspada dengan pesanan baginda: {Jangan kamu katakan sesuatu yang buruk dan bathil}”

Kesimpulan: Jelas bahawasanya apa yang dilakukan orang kebanyakan dan lainnya ketika menziarahi kubur dari perbuatan berdoa kepada si mati, memohon pertolongan dan kesejahteraan darinya, meminta kepada Allah dengan kedudukannya (Tawassul – sebagai perantaraan), adalah dari perkara-perkara yang terbesar kebathilannya dan keburukannya, maka menjadi tugas ulama [3] untuk menjelaskan hukum Allah di dalam perkara-perkara tersebut, memahamkan mereka cara dan tatatertib ziarah kubur sebagaimana yang disyari’atkan dan matlamat atau tujuan di sebalik ziarah kubur.

Al-Imam Ash-Shon’aaniy telah menyatakan di dalam Subulus Salaam (2/162):

“Segala (dalil-dalil) tersebut menunjukkan kepada perkara disyari’atkannya ziarah kubur serta penerangan mengenai hikmah/tujuannya di sebaliknya dan ia adalah untuk I’tibar/pengajaran maka jika tidak terdapat padanya sesuatu dari perkara-perkara ini maka ia (ziarah kubur) tidak dikehendaki/dimaksudkan di sisi Syara’.”

Kedua: Dari Abi Sa’ied Al-Khudriy katanya meriwayatkan: Rasulullah صلى الله عليه و سلم telah bersabda, yang bermaksud:

“Sesungguhnya aku sebelum ini melarang kamu dari menziarahi kubur, maka kini ziarahilah ia sebab padanya terkandung pengajaran dan janganlah kamu mengatakan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.” [4]

Hukum Ziarah Kubur Untuk Wanita

Kaum wanita sama hukumnya seperti kaum lelaki, di dalam hal digalakkan menziarahi kubur kerana beberapa sudut:

Maksud sabda baginda صلى الله عليه و سلم yang berbentuk umum:

“… maka kini ziarahilah ia.”

Maka ia merangkumi kaum wanita dan penjelasannya: Bahawasanya apabila Nabi صلى الله عليه و سلم melarang dari ziarah kubur pada awalnya, maka sesuatu yang tiada keraguan lagi padanya bahawa larangan itu menyeluruh baik atas kaum lelaki mahupun wanita, maka apabila baginda katakan: “Aku dahulunya/sebelum ini melarang kamu dari ziarah kubur” difahami bahawa semestinya baginda maksudkan kedua jenis jantina dan baginda memberitahu akan keadaan sebelumnya yang dilarang adalah kedua-dua pihak. Maka jika duduk perkaranya demikian, maka secara semestinya izin baginda selepas itu “maka kini ziarahilah ia,” di dalam hadits tersebut dimaksudkan kepada kedua pihak juga.

Akan tetapi tidak boleh bagi kaum wanita untuk kerap pergi ziarah kubur atau berulang-alik ke kubur, sebab itu akan menyebabkan beliau melakukan perkara yang bercanggah dengan Syari’ah, dengan teriakan dan bertabarruj (berhias diri yang diharamkan), menjadikan kuburan seperti tempat diadakan perkelahan, membuang masa dengan bual kosong, sebagaimana yang dapat disaksikan berlaku di beberapa negeri Islam dan inilah sebenarnya yang dimaksudkan di dalam hadits yang masyhur, yang bermaksud:

“Rasulullah telah melaknat (di dalam riwayat lain: Allah melaknati) wanita-wanita yang menziarahi kubur.”

Kata Imam Al-Qurthubiy:
“Laknat yang disebutkan di dalam hadits ini sebenarnya dimaksudkan adalah bagi wanita yang banyak dan kerap menziarahi kubur, dengan apa yang ditunujukkan dengan lafaz mubaalaghah (melampau/banyak “zauwaaraat”). Mungkin sebabnya ialah ia akan menjadi punca perbuatan mengabaikan hak suami, bertabarruj, teriakan dan yang sepertinya. Boleh disimpulkan juga:Jika terpelihara segala perkara tersebut, maka tiada halangan bagi mengizinkan wanita menziarahi kubur, sebab peringatan akan Hari Akhirat diperlukan oleh orang lelaki dan wanita.

Kata Imam Asy-Syaukaaniy:di dalam Nailul Authar (4/95)
“Kata-kata ini adalah yang sepatutnya dipegang di dalam memadankan maksud hadits-hadits di dalam bab (masalah) ini, yang jika dilihat secara zahirnya bercanggahan.”

WalLahu a‘lam.

Jumat, 06 April 2012

Kesalahan-kesalahan yang Mengurangi Pahala Shalat Jum'at

Oleh: muhammad sidiq

Shalat Jum'at adalah amal ibadah yang paling khusus dan istimewa pada hari Jum'at. Pelaksanaanya memiliki kekhususan yang berbeda dengan shalat-shalat lainnya, khususnya Dzuhur yang sama waktunya. Dari cara bersuci, sangat dianjurkan untuk mandi besar sebagaimana mandi janabat. Cara berpakaian, sangat dianjurkan memakai pakaian terbagus dan menggunakan wewangian. Berangkatnya ke masjid, sangat-sangat dianjurkan lebih awal dengan janji pahala yang lebih besar daripada yang datang berikutnya. Sebelum shalat dimulai, diawali dengan khutbah yang harus diperhatikan dengan seksama oleh jama'ah. Jama'ah tidak boleh tidur, mengobrol dan berbicara dengan kawannya, atau sibuk dengan kegiatan yang bisa memalingkan dari mendengarkan khutbah. Jika hal tersebut dilanggar maka pahala shalat Jum'at dan keutamannya tidak akan didapatkan.
Beriktu ini beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan shalat Jum'at:
1. Diriwayatkan dari Aus bin Aus radliyallah 'anhu, berkata, "aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585)
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَقَفَتْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَيَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ إِلَى الْجُمُعَةِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي بَدَنَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي كَبْشًا ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي دَجَاجَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ وَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ طَوَوْا صُحُفَهُمْ وَجَلَسُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Jika tiba hari Jum'at, maka para Malaikat berdiri di pintu-pintu masjid, lalu mereka mencatat orang yang datang lebih awal sebagai yang awal. Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur. Maka apabila imam sudah muncul dan duduk di atas mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan duduk mendengarkan dzikir (khutbah)." (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 10164)
3. Diriwayatkan dari Salman radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
"Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan khutbah dengan seksama ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya." (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, no. 859)
4. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari dalam Shahihnya, no. 859)
Dalam riwayat Ahmad, dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ
"Siapa yang berbicara pada hari Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, 'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).
Hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa shalat Jum'at memiliki pahala besar. Barangsiapa melaksanakannya sesuai dengan syarat-syaratnya, tata tertibnya, sunnah-sunnahnya, maka dia akan memperoleh banyak pahala dan keutamaan sebagai berikut:
  • Setiap langkah dari rumahnya menuju ke masjid mendapatkan pahala seperti pahala puasa dan pahala shalat malam setahun penuh.
  • Mendapatkan pahala seperti orang yang berqurban unta, atau sapi, atau kambing, atau ayam, atau telur, sesuai seberapa pagi ia berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat Jum'at.
  • Mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah ia lakukan hingga tiba shalat Jum'at berikutnya dan tambahan tiga hari menurut sebagian riwayat. 
  • Malaikat mencatat pahala shalat Jum'atnya di dalam catatan mereka, selain catatan malaikat yang bertugas menuliskan amal.
Saat ini banyak umat Islam yang tidak mendapatkan pahala besar ini karena melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat menghilangan keutamaan ibadah Jum'atnya. Hal tersebut terjadi karena malas, bodoh, atau karena lingkungan dan adat yang jauh dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kesalahan-kesalahan tersebut terangkum dalam kumpulan berikut ini:
1. Tidak berangkat ke masjid untuk shalat Jum'at pagi-pagi. Padahal, berangkat pagi-pagi untuk shalat Jum'at sangat dianjurkan dan menjadi kebiasaan para salafush shalih. Hal ini dikuatkan oleh hadits pertama dan kedua di atas.
Hadits pertama menjelaskan bahwa berangkat pagi-pagi ke masjid menjadi syarat untuk mendapatkan keutamaan pahala shalat Jum'at dengan sempurna. Dan berangkatnya ke masjid disunnahkan dengan berjalan kaki. Karena itu Imam al Nasai dan al Baihaqi membuat bab khusus dalam kitab mereka, "Keutamaan berjalan kaki untuk shalat Jum'at."
Abu Syamah berkata, "Pada abad pertama, setelah terbit fajar jalan-jalan kelihatan penuh dengan manusia. Mereka berjalan menuju masjid jami' seperti halnya hari raya, hingga akhirnya kebiasaan itu hilang." Lalu dikatakan, "Bid'ah pertama yang dilakukan dalam Islam adalah tidak berangkat pagi-pagi menuju masjid." (Dinukil dari Akhtha' al Mushalliin -edisi Indonesia: Kesalahan-kesalahan dalam shalat-, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan, hal. 236)
2. Tidak mandi, tidak memakai wangi-wangian, dan tidak bersiwak.
Tidak mandi Jum'at menyebabkan tidak didapatkannya janji pahala di atas. Karena mandi Jum'at menjadi syarat untuk mendapatkan pahala shalat Jum'at yang besar, berdasarkan pada dua hadits pertama di atas.
Tidak mandi Jum'at menyebabkan tidak didapatkannya janji pahala di atas. Karena mandi Jum'at menjadi syarat untuk mendapatkan pahala shalat Jum'at yang besar, . .
3. Masuk masjid sambil bercakap-cakap dengan kawannya ketika imam sedang berkhutbah.
Keduanya telah melakukan larangan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radliyallah 'anhu,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, 'Diamlah!', sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih)
Al Nadhar bin Syamil berkata, "Makna dari kata laghauta adalah kamu gagal mendapatkan pahala. Dikatakan juga bahwa maknanya adalah sia-sia keutamaan shalat Jum'atmu." (Dinukil dari Akhtha' al Mushalliin -edisi Indonesia: Kesalahan-kesalahan dalam shalat-, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan, hal. 239)
Asal makna al-Inshat adalah dia dan tidak berbicara kepada orang. Karena ini ada sebagian pendapat yang memperbolehkan mendengarkan sambil membaca Al-Qur'an atau membaca dzikir. Akan tetapi, menurut Syaikh al Kanwi, yang benar adalah diam secara mutlak, tidak berbicara, tidak membaca, dan tidak berdzikir.
4. Berbicara dan tidak mendengarkan khutbah secara seksama.
Terkadang ada orang yang sudah melaksanakan mandi Jum'at, memakai wewangian, dan pergi ke masjid pagi-pagi dengan berjalan kaki, tapi ia tidak mendekat ke imam dan memilih duduk menjauh dari khatib. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi kesempurnaan pahala shalat Jum'atnya.
Namun terkadang ada juga yang sudah mendekat kepada imam tapi melakukan hal-hal yang tidak berguna sehingga memalingkannya dari memperhatikan khutbah, misalnya memainkan krikil, biji tasbih, kain sajadah, tikar atau sibuk menegur temannya untuk diam. Perbuatan ini menyebabkan pelakunya tidak memperoleh pahala shalat Jum'at.
5. Berkeliling mengedarkan kotak amal untuk mengumpulkan shadaqah dan infak dari para jama'ah ketika imam sedang khutbah. Atau juga setiap jama'ah sibuk menggeser kotak amal tersebut dan menggabil uang dari sakunya untuk dimasukkan ke kotak amal sehingga mengganggu konsentrasi dia dalam mendengarkan khutbah. Dan siapa yang ingin memperjelas masalah ini silahkan membaca Hukum Edarkan Kotak Infak Saat Khutbah Jum'at
6. Tidur pada saat imam menyampaikan khutbah.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Aun, dari Ibnu Sirin, ia berkata, "Mereka (para ulama) tidak menyukai tidur pada saat imam berkhutbah dan mereka memperingatkan tentang itu dengan peringatan yang keras."
Dianjurkan bagi orang yang mengantuk untuk berpindah tempat. Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى غَيْرِهِ
"Jika salah seorang kalian mengantuk di masjid pada hari Jum'at, hendaknya dia pindah dari tempat duduknya itu ke tempat lain." (HR. Ahmad dalam al-Musnad, no. 4643)
7. Melangkahi jama'ah yang duduk dan mengganggu orang yang di sekitarnya.
Ampunan terhadap dosa yang sudah dijanjikan antara dua Jum'at masih bergantung pada beberapa sifat lain yang harus dipenuhi, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Salman di atas;
"Kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan). . "
Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr, bahwa seorang laki-laki datang ke masjid dengan melangkahi bahu leher orang-orang pada hari Jum'at. Saat itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang menyampaikan khutbah, lalu beliau bersabda:
اٍجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ
"Duduklah, sungguh kamu telah mengganggu orang lain, sedangkan kamu datang terlambat." (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya, no. 1105)
Hadits di atas menunjukkan bahwa melangkahi orang yang ada di depannya pada hari Jum'at hukumnya haram. Hukum haram ini hanya khusus pada hari Jum'at, seperti yang disebutkan dengan jelas dalam hadits di atas. Mungkin juga disebutkan hari Jum'at karena hal itu sering terjadi pada hari Jum'at dengan banyaknya orang yang hadir di masjid. Dengan demikian, larangan melangkahi jama'ah yang lain juga berlaku pada shalat-shalat lainnya. Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, karena di dalamnya terdapat 'llah, yaitu menyakiti/mengganggu orang lain. Bahkan hal itu juga terjadi dalam majelis ilmu.
Hadits di atas menunjukkan bahwa melangkahi orang yang ada di depannya pada hari Jum'at hukumnya haram.
8. Membelakangi imam dan kiblat pada saat disampaikan khutbah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam khutbah Jum'at: "Ketika beliau berdiri menyampaikan khutbah pada hari Jum'at, para sahabat beliau mengarahkan pandangan dan wajah mereka ke arah beliau. Wajah beliau tepat berada di hadapan mereka pada saat berkhutbah."
Realita yang kadang nampak, sebagian jama'ah shalat Jum'at bersandar pada dinding atau tiang masjid dengan membelakangi kiblat dan wajah khatib. Padahal khatib menghadap ke mereka untuk mendahulukan maslahat mereka dan supaya mereka bisa mengambil manfaat dari khutbah tersebut.
9. Duduk memeluk lutut pada saat imam berkhutbah.
Imam Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan dari Mu'adz radliyallah 'anhu, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang hubwah (duduk memeluk lutut) pada hari Jum'at pada saat imam sedang berkhutbah." (HR. Abu Dawud no. 936, al-Tirmidzi no. 472, Ahmad no. 15077, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 1020)
Al-Hubwah berasal dari kata ihtibaa', yaitu merapatkan kedua kaki ke perut dan memasukkan ke dalam kainnya hingga menyatu dengan punggungnya. Bisa juga dengan cara merapatkan kedua kaki ke perut dan memeluk kedua lutut dengan dua tangan sebagai ganti dari baju.
Dengan demikian kita tahu, orang yang duduk seperti ini pada saat imam membaca khutbah telah melakukan kesalahan. Duduk seperti ini dilarang karena menggambarkan sifat malas bagi pelakunya dan menyebabkannya tertidur. Duduk seperti itu juga bisa menyebabkan batalnya wudlu' dan terbukanya aurat.
Beberapa hal di atas harus dijauhi oleh seorang muslim yang hadir melaksanakan shalat Jum'at. Jangan sampai hal-hal yang sering dianggap kecil dan remah di atas menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan kesempurnaan pahala shalat Jum'at. Wallahu Ta'ala a'lam. . .

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi Pada Hari Jum'at

Oleh: muhammad sidiq

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Hari Jum’at merupakan hari yang mulia. Bukti kemuliaannya, Allah mentakdirkan beberapa kejadian besar pada hari tersebut. Dan juga ada beberapa amal ibadah yang dikhususkan pada malam dan siang harinya, khususnya pelaksanaan shalat Jum’at berikut amal-amal yang mengiringinya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. . . . " (HR. Abu Dawud, an Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)
Amal Khusus di Hari Jum'at
Pada dasarnya, tidak dibolehkan menghususkan ibadah tertentu pada malam Jum’at dan siang harinya, berupa shalat, tilawah, puasa dan amal lainnya yang tidak biasa dikerjakan pada hari-hari selainnya. Kecuali, ada dalil khusus yang memerintahkannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda;
لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah menghususkan malam Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)
Membaca Surat Al-Kahfi
Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.
1. Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)
2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)
3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.
Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”
Kapan Membacanya?
Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.
Imam Al-Syafi'i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/237).
Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaah mengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).
DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).
Kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.
Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at
Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)
Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:
إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)
Surat Al-Kahfi dan Fitnah Dajjal
Manfaat lain surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk menangkal fitnah Dajjal. Yaitu dengan membaca dan menghafal beberapa ayat dari surat Al-Kahfi. Sebagian riwayat menerangkan sepuluh yang pertama, sebagian keterangan lagi sepuluh ayat terakhir.
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits al-Nawas bin Sam’an yang cukup panjang, yang di dalam riwayat tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,  “Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapatinya (mendapati zaman Dajjal) hendaknya ia membacakan atasnya ayat-ayat permulaan surat al-Kahfi.
Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, maka ia dilindungi dari Dajjal.” Yakni dari huru-haranya.
Imam Muslim berkata, Syu’bah berkata, “Dari bagian akhir surat al-Kahfi.” Dan Hammam berkata, “Dari permulaan surat al-Kahfi.” (Shahih Muslim, Kitab Shalah al-Mufassirin, Bab; Fadhlu Surah al-Kahfi wa Aayah al-Kursi: 6/92-93)
Imam Nawawi berkata, “Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu tedapat/ berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada akhirnya, yaitu firman Allah:
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . .” QS. Al-Kahfi: 102. (Lihat Syarah Muslim milik Imam Nawawi: 6/93)
Penutup
Dari penjelasan-penjelasan di atas, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk memiliki kemauan keras untuk membaca surat Al-Kahfi dan menghafalnya serta mengulang-ulangnya. Khususnya pada hari yang paling baik dan mulia, yaitu hari Jum’at. Wallahu Ta’aa a’lam.

7 Kampus Paling Angker Di Inggris

1. University of Andrews.

Kampus ini pada abad pertengahan merupakan tempat keagaman dan merupakan tempat paling angker yang pernah ada di tempat itu. Penampakan hatu yang paling populer di tempat ini ada lah penampakan sosok menyeramkan White Lady yang sering muncul di lantai dasar kampus penampakan hatu ini terlihat sosok wanita mengenakan pakaiyan putih panjang dengan rambut panjang hinga pingang. Pada tahun 1968 dua orang pekerja yang sedang memperbaiki menara menemukan sejumlah peti mati salah satu peti mati tersebut terbuka dan berisikan sebuah mayat yang mengenakan gaun putih panjang.
2. Durham University.
Kastil ini telah berusia 800 tahun anda tidak akan betah berlama lama di dalam kastil ini pasti anda akan merasa merinding . Legenda mengatakan bahwa pada abad ke-19, istri Uskup Van Mildert, Grey Lady mengapung naik-turun di Black Staircase di kastil tersebut, sejak menemui ajal. Sebelum dimiliki universitas, kastil ini dimiliki oleh uskup tersebut.
Dimsa lampau salah satu mahasiswa Frederick Copeman di kampus ini juga menjadi hatu dan bergentayangan dan menjadi hatu di sebutkan Frederick Copeman mati di kastil ini karena gagal dalam mengikuti ujian.
3. Southampton University.
Kampus ini di bangun di atas pemakaman suku indian kuno. Disalah satu bagian kampus ini Avenue Campus di Southampton University ada penampakan hantu perempuan yang mengerikan , salah satu kariyawan kampus pernah melihat penampakan sepasang tangan tanpa tubuh keluar di bawah bilik toilet. semntara di malam hari staf keamanan sering melaporkan sering terdengar langkah kaki  berpindah pindah menuju ruang yang kosong.
4. Cambridge University.
Salah satu tempat di kampus ini yang bernama Peterhouse merupakan tempat untuk melakukan hal hal mistus. pada akhir tahun 90an salah satu bendahrawan kampus ini gantung diri dan arwahnya gentayangan menakuti kampus hal ini mengakibatkan para staf takut untuk memasuki ruangan yang di angap angker hinga abad ke 13.
5. Oxford University.
St John’s College merupakan salah satu kampus yang ada di Oxford. Pria tanpa kepala pernah muncul di kampus ini tepatnya di sebuah perpustakan Sekelompok mahasiswa yang sedang belajar bersama di perpustakan mengaku melihat penampakan pria tanpa kepala sambil memgang lilin dan menendang nendang kepalanya sendiri di atas lantai. sosok penapkan pria tanpa kepala tersebut sebenarnya adalah mantan rektor Oxford, yang dipenggal kepalanya karena pengkhianatan pada 1645.
6. Exeter University.
Universitas ini juga gak kalah menyeramkan dari universitas sebelumnya Hantu yang ada di Exeter University dikabarkan mengenakan seragam tukang cat berupa overall, dengan kuas di satu tangan dan kaleng cat di tangan lainnya. Dia menjelajah koridor gedung kampus utama setelah tewas saat bekerja. Beberapa meyakini dia meninggal karena dibunuh pembunuh bayaran sementara yang lain meyakini dia pembunuh bayaran.
7. University of York.
Ada lebih dari 500 hatu menghatui kota york ini berdasarkan hasil survey yang di lakukan paranormal di York. pada tahun 2002 Lembaga Peneliti Hantu Internasional (IGRF) menyatakan bahwa York merupakan kota di Eropa yang paling angker. Salah satu universitas yang ada di kota ini pun menjadi salah satu kampus yang paling angker di kota york Penampakan yang terlihat termasuk pasukan legiuner Roma yang berbaris melalui gudang bawah tanah. Selain itu, terdengar tangisan anak-anak yang dibunuh dan dikubur di terkubur di bawah tanah sebuah sekolah pada zaman Victoria.

Kamis, 05 April 2012

keutamaan sedekah di hari jumat

Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Keutamaan shadaqah di sisi Allah Ta’ala itu sangat agung sekali dan pahalanya pun demikian besar. Allah Ta’ala berfirman:

مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta-nya di jalan Allah), maka Allah akan melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak...” [Al-Baqarah: 245]
Dan dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ اللهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ، وَإِنَّ اللهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ.

“Barangsiapa bershadaqah senilai biji kurma dari hasil usaha yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik, maka sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, untuk kemudian Dia kembangkan bagi pelakunya sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara anak kuda sehingga menjadi seperti gunung (besar dan kuat).” [1]
Ketahuilah -semoga Allah memberimu jalan petunjuk untuk mentaati-Nya- bahwa umat ma-nusia akan berdiri pada hari Penghimpunan di alam mahsyar di bawah terik matahari yang sangat panas, di mana matahari sangat dekat sekali dengan kepala, hari pun sangat panjang, di mana satu hari sama dengan seribu tahun berdasarkan hitungan kalian, dengan berbagai kejadian yang dahsyat, juga hal-hal yang mengerikan, menakutkan, lagi mengkhawatirkan.
Seandainya engkau mengetahui hari Kiamat dengan berbagai kejadiannya,
Pastilah engkau akan lari menjauh dari keluarga dan juga dari tempat tinggal.
Hari yang begitu panas yang panasnya mengelilingi semua
Makhluk, sehingga tersebar luar dengan kejadiannya yang luar biasa.
Hari di mana langit pecah dengan kejadiannya,
Dan anak-anak pun menjadi beruban.
Pada hari yang menakutkan itu, engkau akan melihat orang-orang yang bershadaqah berdiri di bawah naungan shadaqah-shadaqah yang pernah mereka keluarkan di dunia. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dengan sanad yang shahih:

عَنْ يَزِيدِ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ يُحَدِّثُ أَنَّ أَبَا الْخَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُـولَ اللهِ يَقُولُ: كُلُّ امْرِئٍ فِـي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ.

“Dari Yazid bin Abu Habib, dia memberi-tahu bahwa Abu al-Khair telah menyampai-kan kepadanya bahwa dia pernah mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap orang berada di bawah naungan sha-daqahnya sehingga diadili di antara umat manusia.’”
Yazid mengatakan, “Tidak ada satu hari pun berlalu dari Abu Khair, melainkan dia selalu bershadaqah meski hanya dengan sepotong kue, bawang, atau yang lainnya.” [2]
Dan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:

ظِلُّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَمَةِ صَدَقَتُهُ.

“Naungan orang mukmin pada hari Kiamat kelak adalah shadaqahnya.” [3]
Dan menurut riwayat ath-Thabrani dan al-Baihaqi, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan panas kuburan dari penghuninya. Dan sesungguhnya orang mukmin pada hari Kiamat kelak akan bernaung di bawah naungan shadaqahnya.” [4]
‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mengatakan, “Pernah dikatakan kepadaku bahwa seluruh amal perbuatan akan merasa bangga sehingga shada-qah akan berkata, ‘Aku yang lebih utama dari kalian.’” [5]
Ini salah satu bagian dari keutamaan shadaqah pada setiap harinya. Sedangkan shadaqah pada hari Jum’at memiliki keutamaan khusus dari hari-hari lainnya.
Telah diriwayatkan oleh Imam ‘Abdurrazzaq ash-Shan’ani rahimahullah dari Imam Sufyan ats-Tsauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, Abu Hurairah dan Ka’ab pernah berkumpul. Lalu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim bertepatan dengannya dalam keadaan memohon kebaikan kepada Allah Ta’ala melainkan Dia akan men-datangkan kebaikan itu kepadanya.”
Maka Ka’ab Radhiyallahu 'anhu berkata, “Maukah engkau aku beritahu kepadamu tentang hari Jum’at? Jika hari Jum’at tiba, maka langit, bumi, daratan, lautan, pohon, lembah, air, dan makhluk secara keseluruhan akan panik, kecuali anak Adam (umat manusia) dan syaitan. Dan para Malaikat berkeliling mengitari pintu-pintu masjid untuk mencatat orang-orang yang datang berurutan. Dan jika khatib telah naik mimbar, maka mereka pun menutup buku lembaran-lembaran mereka.
Dan merupakan kewajiban bagi setiap orang yang sudah baligh untuk mandi seperti mandi janabah. Dan tidak ada matahari yang terbit dan terbenam pada suatu hari yang lebih afdhal dari hari Jum’at, dan shadaqah pada hari itu lebih agung daripada hari-hari lainnya.”
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, “Ini Hadits Abu Hurairah dan Ka’ab. Saya sendiri berpendapat, ‘Jika keluarganya memiliki minyak wangi,
maka hendaklah dia memakainya pada hari itu.’”[6]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.” [7]
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, jika berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”
Aku pun, lanjut Ibnul Qayyim, pernah mendengarnya mengatakan, “Jika Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bershadaqah di hadapan seruan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka shadaqah di hadapan seruan Allah Ta’ala jelas lebih afdhal dan lebih utama fadhilahnya.”[8]
_________________________
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1410 dan 7430) dan Muslim (no. 1014).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/148) dengan sanad yang shahih dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 872).
[3]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 872).
[4]. Hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir, dan al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 873).
[5]. Hasan: Dinilai shahih oleh al-Hakim yang disepakati oleh adz-Dzahabi (I/416). Dan al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 878).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (no. 5558), disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad (I/407) dari Ahmad Ibnu Zuhair bin Harb, “Ayahku memberitahu kami, ia berkata, “Jarir memberitahu kami dari Manshur.”
[7]. Zaadul Ma’aad (I/407).
[8]. Zaadul Ma’aad (I/407).

Jumat, 16 Maret 2012

Hukum Mencium mushaf Al Qur’an


 Nasihat dari Al-‘Allamah Al-Muhaddits Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
Al-Qur`an yang diturunkan oleh Rabbul ‘Alamin dari atas langit yang ketujuh adalah sebuah kitab yang diagungkan keberadaannya oleh kaum muslimin. Mereka menghormatinya, memuliakan, dan menyucikannya. Namun terkadang pengagungan dan penghormatan tersebut tidaklah sesuai dengan yang semestinya.
Artinya, mereka menganggap perbuatan yang mereka lakukan merupakan bentuk pengagungan dan penghormatan terhadap Kalamullah, padahal syariat tidak menyepakatinya.
Satu kebiasaan yang lazim kita lihat di kalangan kaum muslimin adalah mencium/mengecup mushaf Al-Qur`an. Dengan berbuat seperti itu mereka merasa telah memuliakan Al-Qur`an. Lalu apa penjelasan syariat tentang hal ini? Kita baca keterangan Al-’Allamah Al-Muhaddits Al-Imam Al-Albani rahimahullah berikut ini.
Dalam keyakinan kami, perbuatan mengecup mushaf tersebut hukumnya masuk dalam keumuman hadits:
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ‏‎ ‎اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ‏‎ ‎مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلُّ‏‎ ‎بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hati kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan merupakan bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” [1]
Dalam hadits yang lain disebutkan dengan lafadz:
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Dan setiap kesesatan itu di dalam neraka.” [2]
Kebanyakan orang memiliki anggapan khusus atas perbuatan semisal ini. Mereka mengatakan bahwa perbuatan mengecup mushaf tersebut tidak lain kecuali untuk menampakkan pemuliaan dan pengagungan kepada Al-Qur`anul Karim. Bila demikian, kita katakan kepada mereka, “Kalian benar. Perbuatan itu tujuannya tidak lain kecuali untuk memuliakan dan mengagungkan Al-Qur`anul Karim! Namun apakah bentuk pemuliaan dan pengagungan seperti itu dilakukan oleh generasi yang awal dari umat ini, yaitu para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian pula para tabi’in dan atba’ut tabi’in?”
Tanpa ragu jawabannya adalah sebagaimana kata ulama salaf, “Seandainya itu adalah kebaikan, niscaya kami lebih dahulu mengerjakannya.”
Di sisi lain, kita tanyakan, “Apakah hukum asal mengecup sesuatu dalam rangka taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla itu dibolehkan atau dilarang?”
Berkaitan dengan masalah ini, kita bawakan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, agar menjadi peringatan bagi orang yang mau ingat dan agar diketahui jauhnya kaum muslimin pada hari ini dari pendahulu mereka yang shalih.
Hadits yang dimaksud adalah dari ’Abis bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku melihat Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengecup Hajar Aswad dan berkata:
إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ‏‎ ‎لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ،‏‎ ‎فَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ‏‎ ‎رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ‏‎ ‎عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ‏‎ ‎مَا قَبَّلْتُكَ
“Sungguh aku tahu engkau adalah sebuah batu, tidak dapat memberikan mudarat dan tidak dapat memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu.” [3]
Apa makna ucapan ‘Umar Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu.”
Dan kenapa ‘Umar mencium/mengecup Hajar Aswad yang dikatakan dalam hadits yang shahih:
الْحَجَرُ اْلأَسْوَدُ مِنَ‏‎ ‎الْجَنَّةِ
“Hajar Aswad (batu) dari surga.” [4]
Apakah ‘Umar menciumnya dengan falsafah yang muncul darinya sebagaimana ucapan orang yang berkata, “Ini adalah Kalamullah maka kami menciumnya”? Apakah ‘Umar mengatakan, “Ini adalah batu yang berasal dari surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa maka aku menciumnya. Aku tidak butuh dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan pensyariatan menciumnya!”
Ataukah jawabannya karena memurnikan ittiba’ (pengikutan) terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang menjalankan Sunnah beliau sampai hari kiamat? Inilah yang menjadi sikap ‘Umar hingga ia berkata, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium/mengecupmu niscaya aku tidak akan menciummu….”
Dengan demikian, hukum asal mencium seperti ini adalah kita menjalankannya di atas sunnah yang telah berlangsung, bukannya kita menghukumi dengan perasaan kita, “Ini baik dan ini bagus.”
Ingat pula sikap Zaid bin Tsabit, bagaimana ia memperhadapkan tawaran Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhum kepadanya untuk mengumpulkan Al-Qur`an guna menjaga Al-Qur`an jangan sampai hilang. Zaid berkata, “Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?!”
Sementara kaum muslimin pada hari ini, tidak ada pada mereka pemahaman agama yang benar. Bila dihadapkan pertanyaan kepada orang yang mencium mushaf tersebut, “Bagaimana engkau melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”, niscaya ia akan memberikan jawaban yang aneh sekali. Di antaranya, “Wahai saudaraku, ada apa memangnya dengan perbuatan ini, toh ini dalam rangka mengagungkan Al-Qur`an!” Maka katakanlah kepadanya, “Wahai saudaraku, apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengagungkan Al-Qur`an? Tentunya tidak diragukan bahwa beliau sangat mengagungkan Al-Qur`an namun beliau tidak pernah mencium Al-Qur`an.”
Atau mereka akan menanggapi dengan pernyataan, “Apakah engkau mengingkari perbuatan kami mencium Al-Qur`an? Sementara engkau mengendarai mobil, bepergian dengan pesawat terbang, semua itu perkara bid’ah (maksudnya kalau mencium Al-Qur`an dianggap bid’ah maka naik mobil atau pesawat juga bid’ah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah naik mobil dan pesawat, –pent.).”
Ucapan ini jelas salahnya karena bid’ah yang dihukumi sesat secara mutlak hanyalah bid’ah yang diada-adakan dalam perkara agama. Adapun bid’ah (mengada-adakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam -pent.) dalam perkara dunia, bisa jadi perkaranya dibolehkan, namun terkadang pula diharamkan dan seterusnya. Seseorang yang naik pesawat untuk bepergian ke Baitullah guna menunaikan ibadah haji misalnya, tidak diragukan kebolehannya. Sedangkan orang yang naik pesawat untuk safar ke negeri Barat dan berhaji ke barat, tidak diragukan sebagai perbuatan maksiat. Demikianlah.
Adapun perkara-perkara ta’abbudiyyah (peribadatan) jika ditanyakan, “Kenapa engkau melakukannya?” Lalu yang ditanya menjawab, “Untuk taqarrub kepada Allah!” Maka aku katakan, “Tidak ada jalan untuk taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla kecuali dengan perkara yang disyariatkan-Nya.”
Engkau lihat bila salah seorang dari ahlul ilmi mengambil mushaf untuk dibaca, tak ada di antara mereka yang menciumnya. Mereka hanyalah mengamalkan apa yang ada di dalam mushaf Al-Qur`an.
Sementara kebanyakan manusia yang perasaan mereka tidak memiliki kaidah, menyatakan perbuatan itu sebagai pengagungan terhadap Kalamullah namun mereka tidak mengamalkan kandungan Al-Qur`an.
Sebagian salaf berkata, “Tidaklah diadakan suatu bid’ah melainkan akan mati sebuah sunnah.”
Ada bid’ah lain yang semisal bid’ah ini. Engkau lihat manusia, sampai pun orang-orang fasik di kalangan mereka namun di hati-hati mereka masih ada sisa-sisa iman, bila mereka mendengar muadzin mengumandangkan adzan, mereka bangkit berdiri. Jika engkau tanyakan kepada mereka, “Apa maksud kalian berdiri seperti ini?” Mereka akan menjawab, “Dalam rangka mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala!”
Sementara mereka tidak pergi ke masjid. Mereka terus asyik bermain dadu, catur, dan semisalnya. Tapi mereka meyakini bahwa mereka mengagungkan Rabb mereka dengan cara berdiri seperti itu.
Dari mana mereka dapatkan kebiasaan berdiri saat adzan tersebut?! Tentu saja mereka dapatkan dari hadits palsu:
إِذَا سَمِعْتُمُ اْلأَذَانَ‏‎ ‎فَقُوْمُوْا
“Apabila kalian mendengar adzan maka berdirilah.” [5]
Hadits ini sebenarnya ada asalnya, akan tetapi ditahrif oleh sebagian perawi yang dhaif/lemah atau para pendusta. Semestinya lafadznya: قُوْلُوا‎ (…ucapkanlah), mereka ganti dengan: قُوْمُوْا (…berdirilah), meringkas dari hadits yang shahih:
إِذَا سَمِعْتُمُ اْلأَذَانَ،‏‎ ‎فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ‏‎ ‎ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah semisal yang diucapkan muadzin, kemudian bershalawatlah untukku….” [6]
Lihatlah bagaimana setan menghias-hiasi bid’ah kepada manusia dan meyakinkannya bahwa ia seorang mukmin yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Buktinya bila mengambil Al-Qur`an, ia menciumnya dan bila mendengar adzan ia berdiri karenanya.
Akan tetapi apakah ia mengamalkan Al-Qur`an? Tidak!
Misalnya pun ia telah mengerjakan shalat, tapi apakah ia tidak memakan makanan yang diharamkan? Apakah ia tidak makan riba? Apakah ia tidak menyebarkan di kalangan manusia sarana-sarana yang menambah kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah dan apakah…? Pertanyaan yang tidak ada akhirnya. Karena itulah, kita berhenti dalam apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan kepada kita berupa amalan ketaatan dan peribadatan. Tidak kita tambahkan walau satu huruf, karena perkaranya sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا‎ ‎أَمَرَكُمُ اللهُ بِهِ إِلاَّ‏‎ ‎وَقَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ
“Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allah perintahkan kepada kalian kecuali pasti telah aku perintahkan kepada kalian.” [7]
Maka apakah amalan yang engkau lakukan itu dapat mendekatkanmu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Bila jawabannya, “Iya.” Maka datangkanlah nash dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membenarkan perbuatan tersebut. Bila dijawab, “Tidak ada nashnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Berarti perbuatan itu bid’ah, seluruh bid’ah itu sesat dan seluruh kesesatan itu dalam neraka.
Mungkin ada yang merasa heran, kenapa masalah yang kecil seperti ini dianggap sesat dan pelakunya kelak berada di dalam neraka? Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah
memberikan jawabannya dengan pernyataan beliau, “Setiap bid’ah bagaimana pun kecilnya adalah sesat.”
Maka jangan melihat kepada kecilnya bid’ah, tapi lihatlah di tempat mana bid’ah itu dilakukan. Bid’ah dilakukan di tempat syariat Islam yang telah sempurna, sehingga tidak ada celah bagi seorang pun untuk menyisipkan ke dalamnya satu bid’ah pun, kecil ataupun besar.
Dari sini tampak jelas sisi kesesatan bid’ah di mana perbuatan ini maknanya memberikan ralat, koreksi, dan susulan (dari apa yang luput/tidak disertakan) kepada Rabb kita Subhanahu wa Ta’ala dan juga kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seolah yang membuat dan melakukan bid’ah merasa lebih pintar daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Na’udzu billah min dzalik. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Dinukil dan disarikan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Kaifa Yajibu ‘Alaina an Nufassir Al-Qur`an Al-Karim, hal. 28-34)
__________________
[1] Shahih At-Targhib wat Tarhib, 1/92/34.
[2] Shalatut Tarawih, hal. 75.
[3] Shahih At-Targhib wat Tarhib, 1/94/41.
[4] Shahihul Jami’, no. 2174.
[5] Adh-Dha’ifah, no. 711.
[6] Hadits riwayat Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 384.
[7] Ash Shahihah, no. 1803